Senin, 07 Juli 2014

Klenteng Sin Tek Bio Pasar Baru

Bangunan ibadat masyarakat Tionghoa ini memiliki nama asli asli Sin Tek Bio. Berlokasi di Pasar Baru, klenteng Sin Tek didirikan sekitar tahun 1698 oleh para petani Tionghoa yang bermukim di luar pusat kota Batavia (nama Jakarta pada masa kolonial). Sin Tek Bio berisi ratusan patung dewa dari abad ke-17 dan ke-20. Dewa utama klenteng ini,  Hok Tek Ceng Sung (Fu de Zheng shen) atau Tu di Gong/Thouw te Kong (Dewa Bumi/Sin Beng/Shen Ming). Awalnya klenteng ini merupakan klenteng kecil. Di depan klenteng terdapat dua patung singa penjaga (Bao-gu-shi), dan terlihat ukiran 2 ekor naga melilit di tiang utama bangunan ketika masuk ke dalam. 
Bangunan klenteng Sin Tek Bio ini tidak terlihat dari kawasan pejalan kaki Pasar Baru, karena letaknya di belakang toko-toko yang berjejer sepanjang jalan. Sin Tek Bio berisi ratusan patung dari abad ke-17 dan ke-20 ini, terdiri dari dua lantai, dengan 14 altar di ruang utama dan 14 altar di ruang atas. Adanya altar yang banyak memberikan pilihan bagi umat yang ingin berdoa, sehingga tidak perlu berdesak-desakan pada waktu-waktu khusus, misalnya Sincia. 
Hok Tek Ceng Sin menurut catatan sejarah, merupakan dewa favorit bagi orang Tionghoa, terutama bagi para petani dan pedagang. Petani menganggapnya sebagai dewa pelindung bumi (tanaman) sedangkan pedagang menganggapnya dewa pemasok rejeki dan masyarakat umum menganggapnya sebagai dewa keselamatan dan kesejahteraan. Penampilan Hok Tek Ceng Sin sendiri biasanya ditampilkan sebagai kakek berambut dan berjenggot putih dengan wajah tersenyum ramah, berpakaian hartawan dan bertopi. Ia memegang sebatang emas di tangan kiri dan tongkat di tangan kanan. 
Dengan adanya altar Hok Tek Ceng Sin, maka Sin Tek Bio merupakan klenteng yang dianggap penting dalam perkembangan masyarakat Tionghoa di Passer Baroe yang sebagian besar adalah pedagang dan petani. 
Di dalam klenteng ini juga dapat ditemukan altar tokoh-tokoh lokal, seperti  Mbah Raden Suria Kencana Winata, yang merupakan tokoh lokal ternama di kota Bogor. Menurut salah satu penjaga klenteng, penempatan altar tokoh lokal adalah suatu penghormatan para pendatang dari Tiongkok kepada wilayah dimana mereka tinggal. Altar ini merupakan bentuk akulturasi kepercayaan pendatang dan kepercayaan lokal. 

Foto : Diyah Wara, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar